SAMPANG, Pilar Pos | Puluhan nelayan dari wilayah pesisir pantai utara (Pantura) pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, menggelar audiensi tegas dan penuh ketegangan. Pertemuan yang berlangsung lebih dari empat jam ini digelar di Gedung VVIP Bebek Sinjay, Bangkalan, pada Senin (14/07/2025).
Bukan tanpa sebab, kedatangan puluhan nelayan dari Kecamatan Sokobanah, Banyuates, Ketapang, hingga Pantura Pamekasan didampingi
LPK Trankonmasi Jawa Timur dan Ormas Pro Jokowi Sampang itu, untuk mendesak pertanggungjawaban Petronas Carigali atas perusakan rumpon yang diduga kuat akibat aktivitas seismik migas.
Mereka bersatu bahu-membahu menuntut Petronas agar segera membayar ganti rugi rumpon yang telah hancur sejak proyek seismik dimulai.
Pasalnya, hingga saat ini belum ada kejelasan atau kompensasi yang diberikan, sementara kerugian nelayan terus bertambah.
Dalam audiensi itu, Faris Reza Malik, aktivis pembela nelayan Banyuates, dengan lantang mengecam sikap Petronas yang dinilai nya licik dan manipulatif.
Menurutnya, audiensi tersebut menjadi panggung kemarahan rakyat terhadap korporasi asing yang dinilai abai terhadap dampak sosial.
“Cukup sudah pembohongan publik ini! Rumpon milik nelayan dihancurkan, tapi ganti rugi tak kunjung diberikan. Nelayan bukan objek eksploitasi, mereka manusia yang hak hidupnya harus dihormati,” tegas Faris, dengan dana keras saat audiensi. Senin, (14/07/2025).
Di tengah jalannya dialog, ancaman dana tinggi juga datang dari aktivis gondrong Hanafi dari LPK Trankonmasi Jawa Timur turut melontarkan kritik keras terhadap SKK Migas. Menurutnya, lembaga negara ini justru lebih sibuk menjaga kepentingan korporasi asing daripada membela warganya sendiri.
Hanafi juga memberi batas waktu, bahwa jika sampai akhir Juli belum ada ganti rugi, pihaknya akan melakukan aksi besar-besaran.
“Ini bukan gertakan, ini ultimatum. Rakyat sudah marah!,” cetusnya dengan nada tajam.
Namun, alih-alih meredakan situasi, jawaban dari SKK Migas justru memperkeruh suasana yang dilontarkan oleh HUMAS SKK Migas. Yustian Hakiki, Humas SKK Migas Jabanusa, hanya memberikan pernyataan normatif tanpa kepastian.
“Petronas akan menjelaskan transparansi ganti rugi pada minggu keempat Juli 2025. Insyaallah segera diselesaikan,” ujarnya singkat, yang langsung memicu cemoohan dari sejumlah peserta audensi.
Namun, lebih mengejutkan lagi, perwakilan Petronas, M. Faathir, didalam audiensi berlangsung, justru berusaha melempar tanggung jawab ke PT Elnusa, mitra kerja dalam proyek seismik.
M. Faathir pihak Petronas mengklaim dan menyatakan bahwa telah memberikan ganti rugi rusaknya rumpon nelayan dan diserahkan ke Elnusa.
“Dana ganti rugi sudah kami serahkan ke Elnusa. Kami sendiri tidak tahu ke mana perginya uang itu,” ungkapnya.
Pernyataan ini sontak menyulut spekulasi publik soal potensi dugaan penyimpangan dana dan upaya cuci tangan dari Petronas.
Sebagai bentuk tekanan resmi, audensi diakhiri dengan penandatanganan notulen bermaterai Rp 10.000.
Dokumen itu menyatakan komitmen bahwa Petronas wajib membuka secara transparan proses dan realisasi ganti rugi rumpon di akhir Juli 2025, bertempat di Pemkab Sampang dan disaksikan langsung oleh SKK Migas, PT Elnusa, Forkopimda, serta para nelayan terdampak.
Penulis : Agus Junaidi
Editor : Redaksi
Sumber Berita : Pilar Pos